Maret 2017

Adab yang Mulai Dilupakan
oleh: Malik Sagir

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد للله رب العالمين
اللهم صل علي سيدنا محمد وعلي ال سيدنا محمد
قال الله عز وجل في القران الكريم : ان احسنتم احسنتم لأنفسكم و ان أسأتم فلها

Sebagai hamba Allah yang beriman ,meyakini Al quran dan sunnah sebagai pedoman hidup, tentulah kita harus mengamalkan perintah dan larangannya yang tertuang dalam kitab suci dan sunnahnya.
Rosulalloh sholallohu alaihi wassallam telah mewariskan kepada kita ummatnya dua warisan yang sangat bermanfaat di dunia ,terlebih lagi bermanfaat di akhirat
قال رسول الله صل االله عليه وسلم : تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما : كتا ب الله و سنتي
Artinya : aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selamanya selama berpegang teguh dengan keduanya, kitabulloh dan sunnahku.

Di zaman modern yang sekarang ini ,dimana akhlak yang baik menjadi sesuatu yang langka, perbuatan baik menjadi suatu yang aneh di kalangan masyarakat terlebih lagi nilai-nilai agama yang semakin menipis dikalangan ummat islam sendiri.

Sudah seharusnya kita sebagai seorang mukmin, yang meyakini agama islam adalah agama yg benar, agama yang telah datang ,yang dibawa oleh mahluk paling mulia di dunia ini nabi MUHAMMAD SAW untuk bisa menerapkan nilai-nilai agama dalam keseharian kita , terlebih lagi dalam hadis di atas Rosulalloh SAW telah mewariskan kepada kita Al quran dan sunnah sebagai pedoaman dalam menjalani hidup ini, tapi tidak lupa dalam memahami Al quran dan sunnahnya kita harus tetap dibawah bimbingan seorang guru
فا سألوا أهل الذكر ان كنتم لا تعلمون
Artinya : bertanyalah kalian kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.

Salah satu firman Allah dalam Al quran yang mungkin bisa kita ambil pelajaran di dalamnya terkait prilaku ( akhlak ) sebagian kaum muslimin, mereka seakan lupa sesuatu yang mereka kerjakan di dunia ini pasti ada balasannya.

قال الله عز وجل في القران الكريم : ان احسنتم احسنتم لأنفسكم و ان أسأتم فلها
Artinya : Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.

Apabila kita mampu  menyadari bahwa dalam keseharian kita tidak terlepas dari sebab akibat yang terjadi oleh ulah kita sendiri ,baik yang kita kerjakan maka baik pula yang kita dapatkan begitu juga sebaliknya ,maka sudah sewajarnya kita sebagai ummat muslim untuk berprilaku yang baik kepada masyarakat, bukankah islam itu bisa tersebar luas dan bisa diterima dikalangan khalayak karena akhlak yang di perlihatkan oleh para ulama ketika berdakwah
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العل
Artinya : Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.
Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,
بالأدب تفهم العلم
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Guru penulis, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”
Ibnu Sirin berkata,
كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العل
“Mereka -para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai suatu ilmu.”
Makhlad bin Al Husain berkata pada Ibnul Mubarok,
نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من حديث
“Kami lebih butuh dalam mempelajari adab daripada banyak menguasai hadits.” Ini yang terjadi di zaman beliau, tentu di zaman kita ini adab dan akhlak seharusnya lebih serius dipelajari.
Dari sekian banyak contoh perkataan para ulama mengenai adab ( ahklak  ) kita harus sadar akan pentingnya sebuah adab (akhlak ) yang baik , ketika adab di sandingkan dengan ilmu maka kita terlebih dahulu mendulukan adab .
Adab yang baik atau prilaku yang baik tidak hanya dalam menuntut ilmu saja ,tapi dalam kehidupan sehari-hari dalam pergaulan kita kepada masyarakat, bagaimana yang muda menghormati yang tua  yang kaya menghormati yang miskin begitu juga sebaliknya.
Karena itu janganlah kita malu dalam menerapkan nilai-nilai agama dalam keseharian kita, janganlah kita mudah terbawa oleh sesuatu yang tidak ada manfaatnya terlebih lagi sesuatu yang dapat menjauhkan kita kepada sesuatu yang baik.

Shalawat Bidah(?)
oleh; Mahfud Washim

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (الأحزاب: 56)
’’Sesungguhnya Allah Swt., dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi Muhammad Saw., Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi Muhammad Saw., dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”­(al-Ahzab : 56)

Bagi penulis dalil di atas merupakan dalil utama mengenai anjuran bershalawat. Walaupun masih banyak dalil dari al-Quran dan Hadis, penulis mencoba mengkerucut serta mencoba menelisik satu dalil di atas. Bukan bermaksud mengeyampingkan dalil yang lainnya. Namun bagi penulis dalil di atas sudah lebih dari cukup untuk membuktikan shalawat itu bukanlah bid’ah sayyi’ah.
Walaupun sebenarnya fenomena membidahkan shalawat sudah menurun intensitas derasnya. Tetapi tetap saja ada sebagian kecil orang yang anti shalawat terutama mengenai shalawat nariyah. Mereka berdalih shalawat nariyah tidak dianjurkan dan tidak ada dalil dari al-Quran dan Hadis.

Langsung saja, sebelumnya kita harus tahu arti shalawat itu sendiri. Kalau kita melirik ayat di atas, ada tiga makna shalawat itu sendiri. Terlihat terdapat dua bentuk shalawat dan satu anjuran shalawat kepada umat Islam. Pertama, Allah Swt., bershalawat kepada nabi Muhammad Saw., Kedua, para malaikat juga bershalawat kepada nabi-Nya. Terakhir, tentu saja perintah beserta anjuran yang tersingkap dari kalimat صَلُّوا yang dalam kaidah usul fikih kalimat amr dengan menggunakan kata perintah sendiri mengandung maksud perintah langsung dari Allah Swt., kepada hamba-Nya untuk bershalawat.

Dalam tafsir Ibn Katsir, dinukilkan dari hadis Sahih Bukhari juz 8, hal. 392 bahwa arti shalawat Allah Swt., kepada nabi-Nya adalah pujian dari Allah Swt., dihadapan para malaikat. Allah Swt., memperlihatkan kedudukan tinggi kekasih-Nya tak lain adalah nabi Muhammad Saw., Kemudian diikuti para malaikat ikut bershalawat kepada-Nya serta perintah bershalawat kepada seluruh hamba-Nya untuk mengumpulkan seluruh pujian terhadap kekasih Allah Swt.,

Kemudian dari penukilan yang sama arti shalawat dari para malaikat kepada nabi Muhammad Saw., adalah sebuah penghormatan dan doa dari para malaikat kepada Rasulullah Saw., Ini jelas menunjukkan kalau kedudukan Rasulullah Saw., lebih tinggi daripada malaikat. Bahkan seandainya Allah Swt., tidak menciptakan nur Muhammad maka semua jagat seisinya beserta malaikat, jin, iblis, syurga dan neraka tidak akan diciptakan. Sebab itu pula tak heran jika para malaikat memberikan penghormatan dan doa terhadap Rasulullah Saw.,

Adapun maksud dari shalawat hamba-Nya kepada Rasulullah Saw., adalah sebagai bentuk permohonan syafaat atau pertolongan di hari kiamat nanti. Dari kalimat perintah dari ayat di atas jelas, bahwa membaca shalawat sangat dianjurkan kapanpun dan bagaimanapun. Banyak sekali riwayat mengenai anjuran dan tatacara bershalawat. Mulai dari setiap hadis mutawatir ataupun kutubussittah terdapat semua anjuran dan tatacara bershaalwat. Bahkan ketika kita mendengar nama Rasulullah Saw., kita anjurkan untuk langsung bershalawat. Dalam kitab Syaraful Musthafa, Abu Said berkata: dalam suatu kejadian ketika Aisyah menjahit, tiba-tiba hilang jarumnya, sementara lampu juga mati. Lalu datanglah Rasulullah Saw., seketika menjadi terang sehingga jarum yang hilang tadi dengan mudah ditemukan. Aisyah berkata: “alangkah terangnya wajahmu ya Rasulullah Saw.,” Kemudian Nabi bersabda: “Celakalah orang yang tidak bisa melihatku.” Lanjut Aisyah bertanya: “siapakah orang yang tidak bisa melihatmu ya Rasulullah?””Orang Bakhil.” Jawab Rasul. Aisyah kembali bertanya: ‘’siapakah orang bakhil itu?” Nabi menjawab: “ialah orang yang tidak membaca shalawat ketika mendengar namaku disebut.”

Sementara arti bid’ah menurut kbbi adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambah atau mengurangi ketetapan. Bid’ah sendiri ada dua; bid;ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah(buruk). Agaknya sangat disayangkan jikamasih ada sebagian kelompok yang memasukkan shalawat dalam kategori bid’ah sayyi’ah, sebab dari kalimat amrdalam ayat diatas juga sangat jelas kalau bershalawat bagian dari hal baik-memohon syafaat-. Bukan berarti juga ketika ada seorang yang membuat syi’ir tentang shalawat dan mengumandangkannya lalu disebut bid’ah sayyinah. Banyak sekali karangan-karangan para sahabat, tabi’in, tabi’in tabi’in sampai para ulama yang menulis tentang segala hal yang mendiskripsikan akan kecintaan dan kerinduan mereka terhadap Rasulullah Saw.,

Dalam usul fikih mengenai salah satu bentuk kaidah amrberbunyi: “memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti memerintahkan pula segala wasilahnya.” Semisal dalam perintah sholat tentu saja Allah Swt., secara tersirat memerintahkan untuk berwudlu dahulu, ketika tidak wudlu maka tidak sah salatnya. Begitu juga dalam bershalawat. Secara tersurat memang ada beberapa lafal yang digunakan untuk bershalawat. Namun hal ini juga tidak membatasi umat Islam untuk menulis tentang shalawat sebagai perlambang permohonan syafaat. Memang shalawat nariyah itu tidak tersurat dalam al-Quran dan Hadis, tetapi tidak ada juga larangan akan adanya hal tersebut. Kalaupun dilarang, bagaimana nasib ribuan bahkan jutaan karya para sahabat sampai ulama yang mengimplikasikan kecintaannya kepada baginda Rasylullah Saw.,?


Akhirnya, penulis sendiri sudah sangat muak, ketika masih ada orang yang membid’ahkan perkara baik. Seakan mereka punya kuasa untuk menilai kebenaran maupun kesalahan, atau bahkan kuasa untuk memasukkan orang yang bershalawat ke dalam syurga atau neraka. Apakah mereka lupa bahwa dasar dari sebuah keimanan adalah husnuzhan? Entahlah, penulis sendiri mempercayai seandainya kelak di yaumil qiyamah tidak mempunyai apa-apa setelah ditimbang amal, penulis yakin syafaat Rasullah Saw.,-lah yang akan membantu kita kelak. Wallahu a’alm bil al-shawwab.


oleh: Mahfud Ali Baihaqi

العلامة عبدالله بن بيه من منتدى دافوس : يا أصحاب النيات الطيبة في العالم إتحدوا
دعى رئيس منتدى تعزيز السلم في المجتمعات المسلمة العلامة عبدالله بن بيه في كلمته في منتدى دافوس الدولي كل أصحاب النيات الطيبة في العالم الى التوحد لمواجهة موجات الكراهية و الحروب. 

وفي بيان لاعتراف الإسلام بالآخر قال رئيس منتدى تعزيز السلم في المجتمعات المسلمة أن من أسس التسامح لدى الغربيين الاعتراف بالآخر بينما نجد الأساس في القرآن هو التعارف فهم ينالون الاعتراف تلقائياً من كونهم من خلق الله. 

الا ان العلامة عبدالله بن بيه تأسف أن هناك ردة فعل في العالم تبتعد عن القيم التي “ظننا أنها أصبحت قيماً راسخة” حسب قوله.

ومع أن العلامة عبدالله بن بيه أقر أن  “البشرية تتراجع أحياناً وترتكس في قيمها” ، الا أنه أكد على واجب النخب في التذكير بهذه القيم والتأكيد عليها، (ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير). 

وختم العلامة عبدالله كلمته في منتدى دافوس بنداء الى من سماهم ” أصحاب النوايا الطيبة ” ليتحدوا من أجل مستقبل أفضل للناس كلهم.

وكان العلامة عبدالله بن بيه قد شارك في منتدى دافوس عام 2015 حول موضوع حرية التعبير و المسؤولية على خلفية هجمات شارلي ايبدو الفرنسية ،

وفي تعليقه على سؤال حول الأحداث الأخيرة في فرنسا، أجاب الشيخ بأنه “يجب الموازنة بين حرية التعبير والمسؤولية، الحرية يجب أن تكون دائماً مقرونة بالمسؤولية، لا يمكنك أن تسيء للناس وتتوقع ألا يردوا عليك، على أن الرد يجب أن يكون ضمن القانون وبعيداً عن العنف”.

وأضاف ابن بيه “يجب أن يكون هناك توازن من شأنه أن يؤمن المجتمعات المفتوحة وهو توازن دقيق يقوم على الحرية مقابل المسؤولية، والحق مقابل الواجب، والعاطفة مقابل العقل”.

كما وضح العلامة بن بيّه “أننا صرنا نعيش في مجتمع شديد التواصل، نشترك فيه ثقافة واحدة يجب أن تقوم على الاحترام المتبادل”، كما طالب بقوانين تحمي الأديان وتجرم الإساءة للرموز.

ولفت إلى أن “من يسيئون للرموز هم حلفاء من حيث لا يعلمون مع الإرهاب، لأن نتيجة أعمالهم المستفزة قد تولد العنف والحروب وهو ما يبحث عنه دعاة العنف”.

كما حذر في نهاية مداخلته من عودة الحروب الدينية “التي لا تزال في الحقيقة مستمرة وذاق العالم ويلاتها وعرف مراراتها على مدى أجيال متعاقبة”


جدير بالذكر أن المنتدى الاقتصادي العالمي هو تجمع سنوي تحتضنه قرية دافوس السويسريةو يشارك فيه المئات من الزعماء و اصحاب الشركات و صناع القرار من مئة دولة.

Muhammad Faishal Abdurrahman
Kuliah Syariah Islamiyah Tingkat 2

SYARIAT ISLAM YANG MAHA LUAS

Banyak kita dengar ragam kata syariat dalam keseharian kita. Banyak yang mengatakan bahwa syariat banyak mengatur ritme kehidupan manusia setiap detiknya. Syariat merupakan ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kualitas hidupnya dalam rangka mencapai kehidupan di dunia maupun di akhirat.

Allah SWT berfirman:
"ثمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ"،
“Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui.”      (Al-Jatsiyah: 18)

Makna tersirat dari ayat diatas adalah Allah SWT telah menurunkan syariat Islam kepada Nabi Muhammad SAW agar diikuti oleh ummatnya sebagai petunjuk penerang hidup dan jalan kebenaran untuk ummat manusia.

Makna Syariat Islam secara umum adalah ia merupakan syiar Islam secara global, dimana ia meliputi sejumlah hukum-hukum, perintah dan larangan yang telah Allah SWT tentukan terhadap orang-orang beriman. Syariat juga merupakan sebuah metode atau manhaj yang menjelaskan tentang segala macam yang halal dan haram dan terlarang untuk ummat manusia.  

Syariat secara bahasa diambil dari kata “Sya-ra-a” yang bermakna perintah atau larangan. Sedangkan menurut istilah, syariat adalah tiap-tiap dari apa yang Allah SWT atur untuk manusia di muka bumi yang terdiri dari hukum-hukum,  kaidah-kaidah, aturan-aturan, dan perintah-perintah yang mengeluarkan mereka dari gelapnya kejahilan dan membawa mereka kepada cahaya ilmu dan makrifat untuk meneguhkan tujuan yang terang benderang dalam hidup dengan jalan terbaik. Syariat juga menunjukan jalan bagaimana menegakkan hidup diatas asas yang benar serta membatasi manusia dalam menapaki jalan kebenaran demi mengokohkan manusia dalam mengurusi setiap urusannya dengan cara-cara yang selamat lagi terbaik.

 Bila kita perdalam makna syariat, dapat kita simpulkan bahwa syariat Islam tidak hanya melingkupi aspek-aspek yang agamis saja, melainkan sebaliknya. Bahwasanya ragam aspek kehidupan manusia di muka bumi ini sesungguhnya telah berjalan dibawah naungan syariat Islam. Hal ini disebabkan karena syariat merupakan sebuah metode atau jalan kehidupan yang mengatur manusia dalam kehidupannya. Bisa kita tangkap makna disini bahwa syariat memiliki jalan tersendiri dalam menentukan kehidupan manusia ke dalam kebenaran. Karena itulah cakupan dimensi syariat amat luas lagi menyeluruh.

Secara global, dimensi syariat Islam terbagi menjadi 3 dimensi yaitu:
a.      Syariat I’tiqodiyah (Keyakinan)

Syariat ini berisi tentang aturan yang berkaitan tentang keyakinan dan keimanan seorang muslim. Syariat I’tiqodiyah menjelaskan tentang hakikat tauhidullah, kebenaran risalah para nabi, eksistensi makhluk ghaib seperti malaikat, jin, syaitan, dan menyingkap wawasan luar akal seperti hari kiamat, yaumul hisab, padang mahsyar, jannah dan neraka. Segala hal macam hal yang tadi disebutkan tidaklah mudah dipercayai orang lain selain mereka yang memiliki iman yang jernih di hati mereka. Syariat mengatur hal ini dalam lingkup Syariat I’tiqodiyah.
b.      Syari’at Wijdanniyah (Perasaan)

Syariat ini mengatur bagaimana seorang muslim bersikap dan berlaku terhadap sesama manusia lainnya. Syariat ini mengajarkan akhlaq dan sikap seorang muslim terhadap muslim lainnya. Seorang muslim haruslah jujur dalam berkata, bijak dalam bersikap, dan ‘iffah dalam berbuat. Tiap-tiap sifat kebaikan ini diatur oleh syariat wijdaniyah agar manusia mampu bersifat baik sesama manusia dan menghargai satu sama lain.
c.       Syari’at Amaliyah

Syariat inilah yang banyak dikenal oleh masyarakat pada umumnya dengan sebutan fiqih. Hal ini disebabkan karena fiqih atau syariat amaliyah mengatur perbuatan seorang muslim baik amalan dzohir dan batin, yang telah allah perintahkan kepada hamba Nya seperti sholat, zakat, haji, puasa, menyeru pada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar seperi riba, khomar, korupsi, dan lainnya.

Ketiga dimensi diatas telah menyentuh tiap sudut aspek yang selayaknya dimiliki oleh setiap muslim dalam hidupnya. Seorang muslim mengetahui hakikat dari yang gaib lewat syariat ‘itiqodiyah. Seorang muslim juga mampu bersosial dengan muslim lainnya dengan memahami sifat-sifat dari syariat wijdaniyah. Dan seorang muslim pun melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Rabbnya dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan melaksanakan tiap ragam dari syariat amaliyah. Tiap dimensi ini melengkapi satu sama lain.

Allah Subhanallahu Wa Ta’ala telah menurunkan syariat Islam semata-mata bertujuan demi kebaikan manusia dan menaikan taraf kehidupan mereka. Aturan syariat Islam telah menyeluruh dari bagaimana manusia bersikap terhadap sesamanya sampai aspek yang menyangkut kesejahteraan masyarakat banyak seperti hubungan antar negara dan kehidupan berbangsa.

Allah menurunkan syariat Islam demi kebaikan ummat manusia. Maka sungguh merugilah mereka yang tidak mengetahui inti perjalanan syariat ini sehingga enggan bahkan memusuhi syariat ini. Dan amat merugi jugalah bagi mereka yang setelah mengetahui kebenaran dari jalan kebenaran ini masih menutup hati dan mata mereka sehingga bersikap apatis bahkan bersikap memusuhi syariat Allah ini. Jalan kebenaran memang amat terjal dan sulit untuk ditapaki. Namun itulah jalan yang akan menggiring manusia ke arah jannah yang abadi, tujuan kebahagian manusia muslim dimanapun mereka berada. Allahu ‘Alam.  

Syariat dan Pensyariatan
oleh: Lindayani

Syariat adalah segala peraturan yang dibuat oleh allah Swt. atau yang telah dibuat dasar-dasarnya agar menjadi pijakan manusia dalam melakukan relasi dengan Tuhannya, relasi dengan saudaranya sesama muslim, atau dengan sesame manusia, dan hubungannya dengan alam serta kehidupan. Al-Qur’an menyebutkan Syariat sebagai “perbuatan baik,” sebagaimana islam menyebut akidah sebagai “iman.” Al-Qur’an menganggap akidah sebagai pondasi dasar yang mana Syariat dibangun diatasnya.[1]

Sedangkan Pensyariatan adalah melahirkan undang-undang yang meliputi hukum-hukum tertentu yang dalam kandungannya diketahui perbuatan mukallaf (orang yang dibebani tanggungan hukum syariat) berikut kondisinya terhadap persoalan dan peristiwa yang dihadapinya. perundang-undangan itu akan disebut “hukum Tuhan” jika sumbernya dari Allah Swt., dan perundang-undangan akan disebut sebagai “hukum positif”jika sumbernya dari manusia individu maupun kelompok.[2]

Periode Pembentukan Syariat Islam
Pensyariatan (penetapan syariat) definisi diatas telah melewati beberapa perkembangan secara berangsur-angsur, dimana ada 4 fase perkembangan yaitu sebagai berikut:
1.      Era Nabi Saw.

Yaitu era dimana masa kehidupan Rasulullah Saw. semenjak pengangkatannya sebagai Nabi dan Rasul hingga beliau wafat. era kenabian ini berlangsung selama 22 tahun beberapa bulan, yaitu masa selama Rasulullah Saw. menjadi Nabi dan Rasul-Nya. dan Haji Wada’ adalah detik-detik terakhir era tersebut, saat itulah Allah Berfirman:
“pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Aku cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu sebagai agama bagi kalian.” (QS. Al-Maidah : 3)

Proses pembentukan Syariat Islam dimasa kenabian ini telah melewati dua fase yaitu sebagai berikut:
a.      Fase Makkah
Berlangsung selama 12 tahun dan beberapa bulan, dimulai sejak masa diutusnya Rasulullah Saw. hingga hijrahnya Rasulullah ke Madinah. dan pensyariatan ini lebih focus kepada akidah, yang menjelaskan tentang Tauhid ke dalam hati orang-orang mukmin, dan memerangi kemusyrikan, menyampaikan pemahaman tentang ibadah, akhlak, dan menunjukannya ke arah yang benar.

b.      Fase Madinah
fase ini berlangsung sekitar selama 10 tahun, dimulai sejak hijrah Rasulullah Saw. ke madinah dan diakhiri dengan wafatnya beliau. Fase Madinah ditandai dengan turunnya hukum praktis Sosial, Ekonomi dan Politik. sejak itu mulailah beberapa hukum disyariatkan seperti pernikahan , talak, pewarisan, hukum huduud, sebagaimana hukum jual-beli pun mulai disyariatkan, demikian juga hukum yang mengatur utang-piutang. Selain itu hukum jihad pun mulai disyariatkan, begitujuga perintah perang (sebagai pembelaan diri dari serangan musuh), serta hukum yang mengatur relasi kaum muslim dengan non-muslim baik di Madinah maupun di luar Madinah.

2.      Era Sahabat.
Dimulai sejak wafatnya rasululluh Saw. tahun ke-11 hijrah dan berakhir pada abatd pertama Hijriyah, pembentukan Syariat pada era ini berdasarkan pada berbagai penafsiran para sahabat senior dan ijtihad mereka dalam persoalan yang terjadi pada masa itu jika tidak menemukan jawabannya atas persoalan tersebut didalam kitab Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

3.     Era Kodifikasi dan Ijtihad
Di era ini berlangsung paling lama karena berlangsung selama hampir dua setengah abad, dimulai sejak permulaan abad ke-2 H. hingga pertengahan abad ke-4 H. yaitu disaat pintu ijtihad mulai ditutup.

Era ini sangat special dari yang lainnya, karena maraknya gerakan kodifikasi dan penulisan karya oleh ulama islam pada saat itu. di era inilah ijtihad para sahabat dan tabi’in mulai disusun. Selain itu, ilmu Fikih dan Ushul Fikih juga memasuki babakan kodifikasi seperti ilmu lainnya, bahkan di era inilah arus utama munculnya mazhab-mazhab fikih, seperti yamg kita ketahui sekarang yaitu mazhab Imam Abu Hanifah Al-Nu’man (80-150H.), Mazhab Imam Malik bin Anas yang dikenal dengan Imam Penduduk Madinah (93-179H.) Mazhab Imam Syafi’i (150-204H.), Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal (164-241H.).

Yang menjadi karakteristik dari era ini adalah terjadi kebebasan berijtihad dalam penyimpulan hukum Syariat, namun proses ijtihad tersebut hanya boleh dilakukan oleh seorang faqih (pakar ilmu fikih) atau Mufti (ulama yang member fatwa/pandangan agama islam) yang memang ahlinya dan sudah memenuhi syarat-syarat khusus untuk melakukan ijtihad.
 
4.      Era Taklid
pada masa ini terjadilah menurunnya kelemahan semangat para ulama untuk ijtihad, mereka kehilangan kekuetan untuk berinteraksi secara langsung denagn sumber-sumber asli Syariat Islam dan hanya cukup mengandalkan nukilan ijtihan para mazhab dahulu, dan hanya terbatas pada kejayaan satu mazhab saja diantara 4 mazhab tersebut. terjadilah banyak fatwa yang ditekuni dengan orang yang tidak ahli dalam bidangnya, sehingga terlahirlah berbagai fatwa kontraproduktif yang saling bertentangan dalam menyikapi satu permasalahan, dan membuat para orang yang meminta fatwa bertanya-tanya karena tidak mengetahui pendapat mana yang benar. 

Dari sini para ahli ilmu dan pakar syariat menutup pintu ijtihad, selain itu membatasi para hakim dan mufti dengan pendapat-pendapat empat Imam mazhab yang terkenal dan yang sudah disepakati.
  



[1]Ahmad Muhammad Al-Thayyib, Pilar-Pilar Islam, diterjemahkan oleh Muhammad Anas Azizy Muhammad Ma’sum Yahya Ibrahim Falahuddin Nur Halim, Pusat Terjemah Al-Azhar, Kairo, 2017, hal.292
[2]Ahmad Muhammad Al-Thayyib, Pilar-Pilar Islam, diterjemahkan oleh Muhammad Anas Azizy Muhammad Ma’sum Yahya Ibrahim Falahuddin Nur Halim, Pusat Terjemah Al-Azhar, Kairo, 2017, hal.293

Hasil gambar untuk tasbih

Mengamalkan Zikir Pagi

oleh: Lahmi Kurnia Binti Ibrahim

Allah menciptakan siang dan malam gelap dan terang, dan juga menciptakan bumi beserta langit dan segala isinya, agar semuanya tunduk atas ketetapannya , dan diantara makhluk-makhluknya diciptakanlah manusia yang pada saat awal mula terciptanya manusia Allah memberikan takdir bagi manusia untuk tidak hanya tunduk pada ketetapannya namun juga memikul tanggung jawab sebagai khaluifah di muka bumi.

Sebagaimana firmannya:
“ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi. Mereka berkata : mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji enEngkau dan mensucikan Engkau ?, Tuhan berfirman : sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-baqarah : 30 ).

Dan sejalan dengan firmannya:
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu.” ( adz-dzariyat : 56).

Sebagai makhluk yang memiliki posisi yang istimewa di muka bumi maka selayaknya manusia juga harus senantiasa tidak lepas dari segala pertanggung jawabannya disetiap waktu dan di segala tempat, dan dengan risalah kenabian yang diemban Rasulallah shallahu alaihi wasallam baginda  tidak hanya mengajarkan pada umatnya bagaimana menjalankan ibadah yang wajib kepada Allah saja dan bagaimana menjalankan muamalah kepada sesama manusia.

Rasulallahu shallallahu alaihi wasalam mengajarkan dan mewariskan kepada umatnya kalimat-kalimat toyibah munajat serta zikir-zikir yang dapat memberikan ketenangan ruhiyah kepada setiap individu yang mengamalkannya.

Diantara zikir yang di ajarkan baginda, ada zikir yang berbentuk kalimat doa yang memiliki keutamaan pad awaktu-waktu tertentu da nada pula zikir dan doa yang diutamakan dibacakan  pada tempat-tempat tertentu dan pada kejadian-kejadian  tertentu . sejalan dengan ayat Alquran:
“maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakana , dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu dimalam hari dan pad awaktu-waktu disiang hari , supaya kamu merasa senang.” ( thaha ayat 130 )

Bahwasanya tidaklah Allah menciptakan pergantian waktu melainkan agar makhluk-makhluknya senantiasa tidak lepas dari mengingatnya dari sejak bangun tidur hingga beristirahat kembali pada kesehariannya, dan diantara zikir yang diajarkan oleh Rasulallah terdapat zikir pagi yang memiliki keutamaan untuk menjaga setiap mukmin dari segala mara bahaya yang Nampak maupun yang tersembunyi dari pandangannya karena tidaklah ada malapetaka melainkan itu telah diketahui oleh Allah dan dialah yang maha mengetahui lagi maha melindungi.

Zikir pagi yang diajarkan oleh rasulallah secara ringkas berbunyi:
Allahumma bika asbahna wa bika amsayna wa bika nahya wa bika namutu wailaika nusur
Yang artinya ,
ya Allah dengan namamu kami melewati dan denganmu kami melewati petang karena mu kami hidup karena mu kami mati dan hanya kepadamu kami kembali.

Rasulallah juga bersabda , pada waktu pagi hari dan petang hari ucapkanlah:
Allahumma inni a’uzubuika minl hammi wal hazan wal ‘ajzi walkasal waljunni walbukhli wa dola’iddayni wagolabatirrijal
Artinya, ya Allah aku berlindung kepadamu dari kegelisahan dan kesedihan , dan aku berlindung kepadamu dari sifat lemas dan dari sifat malas , aku berlindung kepadamu dari sifat pengecut dan sifat pelit, dan aku belindung kepadamu dari kekuasaan utang dan dari kekejaman manusia.

Dari doa-doa di atas dapat kita dapati bahwasanya Rasulullah mengajarkan pada kita bahwa kita adalah makhluk yang penuh kelemahan dan senantiasa bergantung pada kekuatan yang diberikan oleh Allah dalam menjaga keimanan dan produktivitas untuk mencapai tujuan-tujuan keduniawian.


Semoga dengan selalu menggantungkan  harapan kita kepada Allah sejak dari awal hari, zikir-zikir pagi seperti di atas dapat pula menjadi motivasi  yang memberi tambahan semangat dari dalam lubuk hati yang terdalam, dan senantiasa menjaga kesucian qalbu.

            

Santri Jatuh Cinta
oleh: Khairil Hidayat

            Angin yang berhembus  terasa menyejukkan hati. Air yang mengalir terasa hendak mencari lelung hati yang paling dangkal. Tanah dengan hamparan yang sangat luas seolah menjadi ukuran betapa luasnya perasaan ini. Api yang membara seolah bersorak dengan semangat inilah cintaku.
            Kehidupan tidak dapat dipisahkan dari keempat elemen penting tersebut. Ketidak adaan salah satunya membuat kehidupan akan simpang siur. Begitu juga hati tak bisa dipisahkan dengan cinta dan kasih sayang. Angin,air,tanah dan api seolah kebutuhan secara lahir kelihatan oleh mata, sedangkan cinta dan kasih sayang kebutuhan secara batin yang terasa didalam hati.
            Ketika cinta benar-benar merasuki hati seorang santri. Dia akan terus mencari maknanya, dia tidak inginkan cinta itu hanya cinta sementara. Apakah cinta yang dirahmatkan Allah SWT itu?? Hendaknya seorang santri berpatokan kepada beberapa penyair muslim yang menuturkan makna cinta, cendikiawan muslim merangkum dengan sangat indah makna cinta tersebut. Ketika orang merasakan cinta, akan merasakan makna cinta itu mengalir dalam jiwanya.
            Sebagian orang beranggapan ulama muslim tidak mengenal cinta, mereka hanya bisa berdakwah dan ngomong ajah. Ini adalah pernyataan yang salah, dakwah tanpa cinta adalah sia-sia, berbicara tanpa ada rasa cinta adalah omongan tiada arti.Banyak ulama telah menuturkan makna cinta menurut mereka masing-masing diantaranya Imam Ghozali hujjatul muslim dan Imam Muhammad ibnu daud Azh-zhahiri.    
            Menurut Imam Ghozali Hujjattul islam menuturkan kalimat cinta yang terdiri dari beberapa makna, yang pertama kali cinta itu adalah sesuatu yang diawali dengan perkenalan dan perjumpaan, dikarenakan rasa cinta merupakan suatu yang tidak terupa oleh akal dan tidak dapat tergambar oleh akal fikiran, kecuali setelah mengenal dan bertemu. Tidak mungkin seseoarang akan merasakan cinta sebelum dia mengenal atau bertemu dengan seseorang. Garam akan terasa asin ketika lidah sudah bertemu dengan garam dan sudah mengenal rasa asin tersbut. Mencintai bau yang harum tentulah setelah hidung kita telah bertemu dengan bau harum  dan telah mengenal bau harum tersebut. Seperti itulah gambaran awal dari rasa cinta. Perlu dengan perkenalanan dan bertemu akan sesuatu terlebih dahulu.
            Yang kedua makna cinta tersebut ialah Muwafaqoh yang artinya cocok dan sesuai, lain halnya dengan Muwaffaqoh yang artinya tidak cocok dan tidak sesuai. Setelah kita mengenal lebih jauh dan diawali dengan pertemuan baik telah bertemu tatap muka bahkan hanya mendengar suara. Sehingga timbullah dihati akan rasa kesesuian antara kedua belah pihak. Disanalah kita mulai untuk mengikuti alurnya, sehingga kesesuaian tersebut menghambat akan perasaan dilain pihak yang berusaha menyesuaikan dengan hati kita, karena hati telah terlebih dahulu condong kepada yang pertama tadi. Bahkan ada yang lebih indah kelihatan oleh mata tapi tidak sesuai atau tidak cocok, itu percuma saja. Kadang mata tidak selalu bisa jadih patokan dalam hal rasa dan cinta, tapi cinta itu diawali dari mata akan jatuh kehati. Inilah jalan dan alur menuju muwafaqoh.
            Makna cinta yang kedua menurut hujjatul islam yaitu Laddzatun artinya lezat atau enak. Inilah jalan terakhir untuk merasakan cinta tersebut. Jika pertemuan dan perkenalan telah kita lalui, sehingga menimbulkan kecocokan didalam hati, maka dari kecocokan tersebut timbul kelezatan dan kenikmatan. Hati merasa senang ketika berhadapan dengan yang kita cintai tadi, tanpa ada rasa sungkan dan resah dihati kita. Jika yang timbul itu adalah kebalikannya, itu tidak dinamakan cinta.
Ada sebagian orang dia enak dipandang mata terasa berdebar jantung ketika jumpa, tapi setelah itu hati merasa resah dan tak ada timbul rasa enak sedikitpun. Kita harus hati-hati dalam hal ini, ada kalanya itu adalah cinta karena hawa nafsu. Untuk itu kita harus benar-benar bisa tabayyun dengan hati kita. Ada hati kecil yang perlu kita dengar untuk mengambil keputusan. Cinta yang fitrah titipan Allah SWT tidak akan menimbulkan rasa cemas, resah dan tidak enak.
Imam Muhammad Ibnu Daud berkata “kami telah menuturkan beberapa lantunan penyair mengenai kalimat cinta, bahwa cinta mulanya terjadi dari penglihatan dan pendengaran. Kemudian dengan kehendak Allah SWT untuk selalu mengingat apa yang mungkin diakibatkan oleh pendengaran dan penglihatan tersebut. Seorang yang ahli dalam hal tersebut, akan mencari sebab dan musababnya. Nabi Muhammad SAW bersabda
“ruh-ruh adalah seperti layaknya tentara perang yang disiagakan, maka apabila saling mengenal (saling pengertian denganya)akan terjalin sebuah hubungan yang harmonis (kekompakan), sedangkan apabila saling mengingkari maka akan tercrai-berai”
Seorang penyair berkata:“aku membawa segunung cinta untukmu, sedangkan aku sesungguhnya tidak membawa jubah dan aku begitu lemah, cinta bukan lah bagian dari kebaikan dan tenggang rasa, akan tetapi cinta adalah sesuatu yang karenanya jiwa terbebani dengan beban yang berat”
Imam Muhammad ibnu Daud Azh-zhahiri berpendapat, “bahwa cinta yang hakiki adalah tidak berpikir untuk mencintai selain kekasihnya dan tidak mengharapkan ketenangan kecuali dari orang yang telah menyiksanya”. Beliau juga berkata, “jika seseoarang kekasih yang bersabar dengan ujian dari kekasihnya, makahal yang demikian itu adalah sebuah keberuntungan besar dan kesadaran yang agung. Bagaimana tidak, jika sepasang kekasih yang hatinya bersih dan dimulai dengan penyamaan karakter,kemudian harus berhadapan dengan batasan-batasan dari etika agama, lalu diuji dengan menjalani serangkaian ujian dan cobaan, maka sepasang kekasih akan sampai pada keadaan dimana harapan terdekatnya akan menjadi sebuah kenyataan”
Bertuturlah makna cinta dalam syair-syair para ulama kita, keraguan dan kecemasan tidak akan kita jumpai. Cinta yang hakiki itu fitrah dari Allah SWT, dan kita patut bersyukur kita masih merasakan cinta. Jadi jangan takut lagi untuk mencinta. Seoarang santri yang jatuh cinta jangan sampai lepas dari etika yang dianjurkan oleh agama kita, dan kita bertabayyun dengan hati kita, apakah itu cinta yang hakiki karena Allah SWT atau cinta karena hawa nafsu.

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.