Wudhu dan Hukum-Hukum yang Berkaitan Dengannya

Image result for wudhu
Wudhu dan Hukum-hukum yang Berkaitan dengannya

Oleh: Ainun Jariyah

Sebagai seorang muslim, tentu kita tidak asing dengan aktivitas wudhu. Wudhu merupakan kegiatan bersuci dari hadats kecil dengan cara membasuh anggota badan tertentu dengan air yang suci dan mensucikan disertai dengan niat. Perintah berwudhu disampaikan Allah dalam surat al-Maidah ayat 6.

Kita dianjurkan berwudhu sebelum melakukan ibadah yang mengharuskan dalam keadaan bersuci, seperti ketika akan melakukan sholat, thawaf di Baitullah, ketika membaca Al-Qur’an. Dan juga terdapat amalan ibadah lain yang tidak mengharuskan untuk werwudhu tetapi lebih baik jika dilakukan dalam keadaan suci dari hadast kecil, diantaranya ketika berdzikir dan berdo’a kepada Allah, hendak tidur, melakukan hubungan suami istri dan lain-lain. Disini penulis mencoba mengkaji hukum-hukum yang berkaitan dengannya.

Kata wudhu diambil dari kata وضاءة  yang artinya baik atau bersih. Sedangkan menurut  istilah  syara’ wudhu berarti, ”membasuh, mengalirkan dan membersihkan dengan menggunakan air pada setiap bagian dari anggota-anggota wudhu untuk menghilangkan hadast kecil”. Wudhu merupakan salah satu syarat sah sholat, sebagaimana yang terdapat dalam surah al-Maidah ayat 6, selain itu juga terdapat sejumlah hadits yang menerangkan perintah berwudhu, diantaranya adalah :
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ مُحَمَّدٍ رَسُوْ لِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَذَكَرَ اَحَا دِيْثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لَا تُقْبَلُ صَلَا ةُ اَحَدِكُمْ اِذَا اَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ.
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah Saw. Bersabda; “Tidak diterima sholat seseorang diantara kamu ketika dia berhadats sampai dia melaksanakan wudhu terlebih dahulu.”

Untuk syarat dan rukun wudhu mungkin sudah banyak kalangan yang mengetahui, karena wudhu memang merupakan aktivitas rutin setiap harinya. Namun untuk tata cara, ada sebagian orang yang berbeda dengan yang biasa kita lakukan tapi itu bukan berarti cara mereka salah atau cara kita yang salah. Berikut hukum-hukum yang berkaitan dengan tata cara wudhu:

Pertama: Apakah wajib berwudhu untuk setiap waktu sholat?
Disini terdapat 2 pendapat. Pertama: wajib berwudhu hanya ketika berhadats kecil dan wajib mandi ketika hadats besar. Ini merupakan perkataan Sa’ad ibn abi waqash, Abi musa al-asy’ari dan ibn ‘abbas, dan ahlul fikih. Ini membuktikan bahwa Rasulullah pernah salat lima waktu dengan sekali berwudhu pada fathul makkah dan hal ini dilakukan secara sengaja.

Kedua: wajib berwudhu setiap ingin  sholat, pendapat ini dilihat dari perbuatan nabi yang berwudhu setiap waktu sholat. Dalam hal ini tidak ada yang mentarjihkan salah satu diantara kedua pendapat ini. Tetapi Imam Thobari telah menggabungkan kedua pendapat tersebut dan berkata bahwa perawalan surat al-Maidah ayat 6 yang mewajibkan untuk berwudhu ketika mempunyai hadats merupakan perkara wajib, dan yang berwudhu disetiap sholat merupakan perkara yang sunnah. Sedangkan mengenai fi’l nabi yang sholat lima waktu dalam sekali wudhu merupakan hal sengaja yang beliau lakukan untuk memberitahu umatnya bahwa kebiasaan nabi yang berwudhu dalam setiap waktu sholat bukanlah perkara wajib. Tetapi hal tersebut merupakan hal yang disukai Allah bersuci setiap akan sholat.

Kedua: Apakah siku termasuk anggota wudhu?

Ulama sepakat bahwa membasuh tangan dan lengan merupakan rukun wudhu namun ikhtilaf apakah siku termasuk didalamnya atau tidak? Dalam hal ini ada 2 pendapat. Pertama: dari madzhab jumhur wajib membasuh siku. Kedua: dari ahlu dzohir  dan sahabat-sahabat imam malik mengatakan tidak wajib membasuh siku. Sebab perbedaan ini terdapat dalam huruf ila yang merupakan huruf ghayah yang bisa berarti bahwa siku juga dibasuh dan juga tidak. Namun dalam permasalahan ini yang rajih adalah pendapat jumhur (pertama) dengan alasan untuk kehati-hatian.

Ketiga: Batasan mengusap kepala.

Para Ulama telah bersepakat bahwa mengusap kepala merupakan salah satu rukun wudhu. Akan tetapi ada perbedaan sampai manakah batasan mengusap kepala?. Dalam hal ini terdapat tiga pendapat.

Pendapat pertama: pendapat Malikiyah dan Hanabilah yang mengatakan bahwa wajib mengusap seluruh bagian kepala. Madzhab ini berdalil dengan tiga hal. Pertama, bahwa huruf ba’ dalam kata biru-usikum merupakan huruf tambahan yang berarti tidak bermakna. Maka dapat diartikan “usaplah kepala-kepala kalian” tanpa menyebutkan batasan-batasannya. Kedua, madzhab ini berdalil bahwa huruf ba’  dalam kata biru-usikum sama dengan huruf  ba’ dalam kata biwujuhikum yang berarti “wajah-wajah kalian”. Ketiga, madzhab ini mengatakan bahwa hal tersebut sesuai dengan yang Nabi lakukan yaitu mengusap seluruh bagian kepala saat berwudhu.

Pendapat kedua: Pendapat dari Hanafiyah yang mengatakan wajib mengusap seperempat bagian kepala.

Pendapat ketiga: Syafi’iyah mengatakan cukup mengusap sedikit dari bagian kepala walau itu hanya beberapa helai rambut dengan adanya yakin bahwa telah mengusapnya dengan air.

Hanafiyah dan Syafi’iyah sama-sama berdalil bahwa huruf ba’ dalam kata biru-usikum bermakna tab’id yang berarti sebagian yaitu sebagian kepala. Madzhab ini juga berdalil pada hadits yang menceritakan bahwa Nabi Saw. dalam safarnya berwudhu dengan mengusap ubun-ubunnya. Namun pendapat ini dibantah oleh Imam Qurthubi yang mengatakan bahwa para ulama terdahulu menjawab tentang hadits tersebut. Bahwa pada saat itu Nabi Saw. melakukannya mungkin karena adanya udzur atau karena beliau dalam keadaan safar. Sedangkan safar merupakan tempatnya udzur yang menyebabkan pekerjaan yang terburu-buru serta meringkasnya dan juga jika mengusap seluruh kepala tidak wajib maka tidak mungkin Nabi Saw. Juga berwudhu hingga mengusap sorbannya.

Dalam hal ini Dukturoh Najah Muhammad Hasan yang merupakan dosen mata kuliah Tafsir ayat ahkam universitas al-Azhar sekaligus penulis kitab rujukan penulis. Beliau tidak menyebutkan pendapat yang rajih diantara ketiga pendapat tersebut, namun beliau mencoba menggabungkan ketiga pendapat tersebut. Beliau mengatakan bahwa huruf ba’ dalam Bahasa arab berarti tab’id (sebagian), sedangkan jika dianggap sebagai huruf zaidah (tambahan) itu menyalahi qoidah asalnya. Maka, beliau meringkas bahwa Wajib hukumnya mengusap sebagian kepala dan Sunnah mengusap semua bagian kepala. Maka pendapat Syafi’iyah dan Hanafiyah yang jelas namun pendapat Malikiyah dan Hanabilah merupakan kehati-hatian. Wallahu a’lam.

Keempat: Apakah membersihkan kedua kaki cukup dengan membasuh atau mengusap?

Kedua kaki merupakan salah satu rukun wudhu dan ini sudah disepakati para ulama terdahulu. Hanya saja masih ada perbedaan tentang hal membersihkannya cukup diusap atau harus dibasuh. Imam Qurthubi berkata bahwa sebagian ulama berbeda dalam membaca huruf lam dalam kalimat. arjul, Nafi’ ibn ‘aamir dan Kasa-ii membacanya dengan nashab (fathah) pada huruf lam. Sedangkan Hasan dan a’masy sulaiman membacanya dengan rafa’ (dhommah). Dan ada juga yang membacanya dengan jar (kasrah), yaitu Abu ‘amru dan Hamzah. Dari perbedaan cara baca ini lahirlah perbedaan pendapat dan hukum pula karena dalam bahasa arab perubahan harokat pada huruf mempengaruhi arti.

Pendapat pertama, Pendapat dari jumhur, bahwa yang membaca dengan fathah pada huruf lam wajib membasuh kedua kakinya bukan sekedar mengusap sebagaimana Nabi Saw. melakukannya saat berwudhu.

Pendapat kedua, Pendapat Imam Thobari yang mengatakan bahwa barang siapa yang membaca huruf lam dengan kasroh wajib baginya hanya mengusap. Kemudian ada juga sebagian ulama yang mencoba mengambil jalan tengah dari kedua pendapat ini hingga lahirlah pendapat yang lain.

Pendapat ketiga, pendapat dari ibn jarir ath-thobari yang mengatakan boleh memilih diantara keduanya membasuh atau cukup mengusap.

Pendapat keempat, nuhas yang berpendapat mengenai membasuh ataupun mengusap tergantung pada bagaimana kita membaca huruf lam tersebut. Jika kita membacanya dengan harokat fathah maka wajib baginya untuk membasuh kedua kakinya, sedangkan bagi yang membacanya dengan harokat kasrah wajib baginya mengusap kedua kakinya tidak perlu membasuh.


Pendapat kelima, ibn ‘athiyah yang mengatakan bahwa lafadz wamsahu (mashu) merupakan lafadz musytarak yang tak sekedar berarti mengusap tapi juga berarti membasuh.kemudian ada pula yang menengahi diantara kelima pendapat ini yang berpendapat bahwa saat dibaca dengan harokat kasrahpun maknanya membasuh karena memiliki makna musytarok dan yang membaca fathah pun berarti membasuh dan hal ini juga sebagaimana yang Nabi Saw. kerjakan saat berwudhu. Maka dalam permasalahan ini dirajihkan pendapat yang mengatakan wajib membasuh kedua kaki ketika berwudhu. Wallahu A’lam bish showab.
[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.